Journey

Drama (Hampir) Berakhir

photo_2016-08-26_16-18-30Revisian done!

Alhamdulillah akhirnya bisa benar-benar bernapas dengan lega. Drama (ini bahasa saya aja biar agak dramatis) yang dimulai sejak hampir setahun lalu akhirnya -hampir- berakhir. Saya inginkan drama dengan akhir bahagia. Semoga Allah masih berikan waktu sampai wisuda nanti. Aamiin.

Pencapaian hari ini tentu takkan terjadi tanpa rangkaian peristiwa hari kemarin. Saat  ‘panas’ memikirkan topik apa yang akan diangkat sedangkan teman lain sudah dengan pede mengantongi judul penelitian; kelegaan saat ide yang diajukan disetujui dan didukung oleh dosen; kelegaan mendapatkan pembimbing yang super baik (ini bukan gombal kok, Bu); kelegaan berpartner dengan teman yang se-ide; kelegaan mendapatkan tempat penelitian dengan lingkungan dan orang-orang yang super ramah; kepanikan saat penelitian tidak se-lancar seperti yang ditulis di proposal; kepanikan mengejar waktu agar bisa selesai sebelum batas akhir yudisium; dan potongan-potongan episode lainnya.

Semua peristiwa yang terjadi, di mata manusia terlihat seperti kebetulan dan akibat dari sebab usaha-usaha yang ia lakukan. Padahal sebenarnya tidak ada hal yang terjadi dengan kebetulan karena manusia sedang memerankan sebuah naskah drama yang dari jauh-jauh hari telah ditentukan oleh Tuhannya.

Maka, sebab pencapaian hari ini terjadi bukan hanya karena usaha sendiri, saya haturkan terimakasih kepada semua yang mendoakan, membantu secara virtual, terlebih yang terlibat langsung dalam perjuangan saya saat ini. Keluarga besar, guru dan dosen, Yayasan Pendidikan Bakrie, teman-kakak-adik seperjuangan, staff kampus, pihak balai, mas penjaga fotokopi, dokter klinik, abang grabbike, bude nasi uduk, bude jus, pakde gorengan, abang nasi goreng dll. Terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Terlalu dangkal untuk diketahui hanya oleh penduduk bumi. Insyaallah, saya kirimkan nama-nama kalian dalam lantunan doa, agar didengar penghuni langit, menembus lapisan-lapisan yang tak kasat mata. Semoga kalian selalu dilingkupi keberkahan. Aamiin.

Ih Riska lebai, cuma kelar skripsian doang juga, pake makasih-makasih segala.

Biarin, karena buat saya ini bukan sekedar ‘cuma’. Pun bantuan dan kemudahan yang saya terima, terlalu tak tahu diri jika begitu saja dilupakan. Quotenya Riska:

“Hidup kita ini, belum tentu orang lain peduli, maka hargailah.

Hidup kita ini, belum tentu orang lain ingat, maka tuliskan.”

***

Lalu kemungkinan akan muncul tagihan-tagihan…

Riska, revisiannya udah kelar? fokus ngurusin keperluan acara ica kali (ini tagihan dari Ka Bowo)

Iya Ka.

Dek, kamu pelajari ini ya. Minta tolong bikinin ini-ini -ini (ini tagihan dari Ka Ana)

Iya Ka.

Jadi alur cerita buat TKMB menurut kalian gimana? sudah bisa dibuatkan? (ini tagihan dari Kang Rendy)

Iya Kang.

Dek, bisa bikin artikel buat Tasqut lagi? (ini tagihan dari Teh Lena)

Iya Teh.

Jadi kamu kapan mau pulang? (ini tagihan dari mama)

Iya Mah.

Jadi kapan sebar undangan? (ini tagihan dari mereka)

-.-

***

Lalu kemungkinan akan muncul komentar:

Riska ngode mulu ^.^

Ih, engga loh!

Fiksi, Secangkir Syair

Lewat Cermin

ao-haru-ride-3Maaf Dek…

Walau kau menilai sudah saatnya aku berbalik padamu, sesungguhnya ini bukan waktunya. Walau kau kira dirimu terlalu lama menunggu, sebenarnya aku pun menanti. Walau kau menyangka aku takkan berbalik, sekarang ini aku sedang bersiap.

Dek…

Aku memang tak berhak menahanmu untuk tetap menunggu. Namun jika kau berbalik dan memutuskan untuk pergi, aku pasti akan sangat menyesal. Karena, Meski yang kau lihat hanya punggungku, meski kau kira aku abai padamu, dan meski yang kau tahu aku tak pernah menoleh, nyatanya aku selalu menatapmu lewat cermin, tanpa kamu tahu.

 

^^ Ini balasan untuk tulisan kapan menoleh?

Random, Refleksi

Figuran

chngjswveaailih

Figuran/ fi-gu-ran/(kata benda)-> Pemain (film, sandiwara) yang memegang peran yang tidak berarti

Sumber: kbbi.web.id

Dunia adalah panggung sandiwara, dan kita adalah para pemainnya. Bukan hanya satu-dua yang menjadi tokoh utama, kita semua adalah tokoh utama bagi setiap drama kehidupan masing-masing diri kita. Saya adalah pemeran utama bagi cerita hidup saya. Begitupun kamu, dirimu adalah komposisi penting agar kisah hidupmu berjalan dengan normal.

Dalam teks naskah drama kehidupan saya, akan ada beberapa orang yang terlibat dan memiliki peran penting. Yang lainnya hanya sebagai figuran, muncul sebagai selingan saja. Sama halnya dengan kisah hidupmu. Boleh jadi sayalah yang jadi pemeran pembantu, memegang peran tak penting yang tanpa kehadiran saya pun hidupmu akan baik-baik saja.

Seringkali tanpa sadar kita iri dengan peran yang dimainkan oleh artis lain. Merasa bahwa dirinya lebih penting, lebih dibutuhkan, lebih disayangi. Padahal sama saja, dia juga hanya seorang figuran, tidak mungkin bisa memegang peran penting di tiap sudut panggung.

Sebaliknya, lebih sering lagi kita merasa terlalu bangga dengan peran yang kita mainkan. Menilai bahwa orang lain hanya figuran yang bakalan nganggur bahkan tak bergaji jika kita tak membutuhkan perannya.

Kawan, hargai hidup orang lain, nikmati peran kita. Hidup ini tidak seperti Drama W, dimana So Hee akan perlahan menghilang saat Kang Chul tidak lagi berinteraksi dengannya. (Yang bingung silahkan pegangan :D)

ps: Tulisan ini dapat menghasilkan banyak makna, tergantung sudut pandang dan kondisi hati pembacanya 😛

Fiksi

Menunggu yang Pernah Menanti (end)

kata2bkata2bmenunggu2bcinta1Sebelumnya…

Setelah bertahun tak bersapa kabar, Kia dan Azka akhirnya saling meruntuhkan dinding ego yang telah lama membatu. Azka masih seperti yang dulu meski dia menyadari ada yang berubah dari Kia-nya kini.

***

Semangat belajar ya. Semoga skripsinya lancar dan selesai dengan cepat. Jika saat itu tiba, kupastikan akan ada yang menjemputmu, Puteriku…

Kali ke seratus, mungkin, aku membuka kembali pesan yang dikirimnya. Pesan terakhir yang dilayangkan setahun lalu, sebelum kemudian ia menghilang.

Baju toga tergantung rapi di balik pintu kamarku. Bulan menampakkan senyum simpul secukupnya. Bintang takut-takut mengintip di balik awan. Langit malam tak mendung, juga tak cerah seperti kombinasi yang bersemayam di hatiku kini. Esok adalah hari bahagia bagi semua pejuang skripsi yang telah lama menanti untuk mengakhiri malam-malam panjang dengan mata berkantung. Tapi penantianku belum berakhir. Aku masih menunggu. Menunggu yang pernah lama menungguku.

Lagi, kubaca kalimat terakhir pesan itu. Lalu aku tersadar. Oh bodohnya aku. Aku menunggu untuk percuma. Bukan dia yang akan menjemputku.

***

Terimakasih sudah mau menunggu

Aku sudah menganggapnya lunas

Karena aku pun menunggu

Terimakasih sudah menanam kagum

Aku sudah menganggapnya lunas

Karena aku pun menanam harap

Terimakasih sudah membunuh rasamu

Aku sudah menganggapnya lunas

Karena aku pun mencekik mimpiku

Sudah kubilang kau datang terlalu dini

Jika datang untuk pergi, sebaiknya difikir kembali

Waktu terlalu berharga untuk mengobral rasa

Karena yang berani ber-akad lebih berarti daripada sekedar mengucap cinta

Undangan dari Kia tergeletak manja di meja kerja. Tinta berwarna emas di atas kertas maroon mengukir sepasang nama: Azkia Zahra dan Fahrezi Hasan. Itu cukup menjadi jawaban atas rasa penasaranku akan tulisan terakhir di akun wordpressnya, dua bulan yang lalu. Ada sembilu tajam mengiris relung rasa. Aku maklum, namun tetap sakit. Aku ikhlas, tapi tetap tak rela.

Tulisan yang Kia posting sudah cukup menjelaskan apa yang ia rasa. Aku baru tahu ia sempat menungguku. Itu semakin membuatku sakit, dan menyesal. Tapi aku tak mungkin mundur. Ini pilihan yang aku buat sejak setahun lalu. Azzam yang begitu berat yang harus aku penuhi. Aku tak cukup baik untuk seorang Kia, dan dia terlalu berharga untuk jatuh di pangkuanku.

***

Aku sedang mematut diri di depan cermin saat sebuah pemberitahuan muncul di layar ponselku.

Cinta,

Aku tak menganggapmu adalah rasa yang wajib untuk diungkap

Kau semakin hambar saat diumbar

Seperti ikhlas yang kehilangan makna saat dilisankan

Cinta,

Aku pura-pura tak tahu saat kau menggodaku

Kembali kutelan saat kau nyaris sampai di lisan

Kutahan nyeri meski kau berusaha melukai

Tapi cinta,

Aku meruntuhkan prinsipku kini

Pergilah mengucap salam padanya

Temani aku menjemput bidadariku

Bogor, 15 September 2016 (Fahrezi Hasan)

Aku menyentuh kolom komentar, lalu kutulis sesuatu.

Salam dari mu telah sampai dan kusambut hangat, Kak. Aku menunggu kedatanganmu.

Bidadarimu.

Posted. Jawabanku segera melesat menuju pemilik nama itu. Dia, yang sesaat lagi akan mengucap akad, menggenggam tangan waliku.

-Tamat-

Belum baca episode sebelumnya? temukan di sini:

Part 1

Part 2

Part 3

Fiksi, Secangkir Syair

Kapan Menoleh?

with_faint_hope-sad-anime-32436307-800-600Hai kamu, ini aku lagi. Kamu mungkin tidak tahu, karena kamu tak pernah menoleh padaku. Se-tidak tahu aku akan gurat wajahmu, karena aku berada di balik punggungmu.

Hai kamu, kapan kau akan menoleh? Dibalik jendela ini aku tetap menunggu, meski kau katakan tak perlu.

Hai kamu, sampai kapan terus membelakangiku? Perlukah aku menanti satu musim lagi? Hujan bahkan sudah berkali-kali mereda.

Hai kamu, tidakkah kau akan menyesal? Jika aku bosan menatap punggungmu dan memutuskan untuk menoleh padanya, apa kamu tetap tak berniat untuk menatapku?

Journey

Drama Segera Berakhir

Riska Fitriawati, S.T.P

Alhamdulillah wa syukurillah, akhirnya punya ekor yang ngintil di belakang nama. Bukan deng, karena apalah arti sebuah gelar keduniaan ketika titel alm(h) menjadi sebuah kepastian. Seperti, apalah daya predikat cumlaude jika disandingkan dengan status khusnul khatimah. But still, buat mahasiswa semester akhir yang udah gak tahan pengen lulus, dinyatakan lulus setelah prosesi sidang yang cukup membunuh adalah sebuah kebahagiaan tak terkira.

Deg-degannya udah dari H-4, tapi gak sampe’ ngilangin nafsu makan dan ganggu nyenyaknya tidur sih. Tapi makin hari makin berasa sensasinya, terus begitu sampai malam terakhir sebelum eksekusi. Dengan kasih sayang-Nya, Allah hantarkan diri ini untuk membunuh kerisauan dengan menikmati lafadz cinta dari-Nya. Lalu, ketenangan hadir menyingkap risau, mengusir resah, munculkan keyakinan bahwa mengusahakan yang terbaik adalah hal yang lebih penting dibandingkan dengan memikirkan hasil yang akan diperoleh. Just do it.

Durasi 1,5 jam di dalam ruangan sidang tak perlu diumbar lah ya, aurat, haha. Yang jelas tiba-tiba ada yang rembes dari sudut-sudut mata saat penguji menyatakan lulus. Allah kembali perkenankan saya untuk menangis haru karena bahagia tak terhingga. Kelebat bayangan orang tua di rumah, keluarga tersayang, sahabat, guru, juga orang-orang baik seketika berhamburan memenuhi ruang ilusi yang muncul di depan mata. Alhamdulillah Mah, akhirnya bungsumu lulus. Bapak, you can see me from  your place of peace, right? Teteh, makasih banyak ya. ❤

photo_2016-08-17_05-04-32Kebahagiaan belum berakhir. Tangis hampir kembali pecah saat keluar ruangan dan mendapati mereka-mereka telah bergerombol menyambut dengan bahagia. Buket bunga, makanan, cokelat bar, selempang, dan foto bersama tentu saja, seolah menjadi komponen dan ritual wajib saat merayakan kelulusan.

Rasanya, kata-kata tergombal sekalipun tidak cukup untuk melukiskan betapa berpelangi-nya hati ini. Saat satu, dua, tiga teman, hingga hitungan melebihi jumlah jari yang dimiliki, datang silih berganti mengucap selamat dan doa, tulus. Pun dengan bingkisan, dari yang sudah terekspektasikan hingga yang tak terduga, muncul bertubi. Alhamdulillah.

Let me introduce some people that I told you earlier, yang qadarullah bisa hadir saat sidang kemarin. Here they are!!

Kak Ana. Kakak ketemu gede yang sangat penyayang (ngebaikin, abis disogok makanan, hehe). BTS saat dia menyiapkan semuanya untuk momen spesial saya bisa dikepoin di sini, tulisan yang bisa bikin nangis sambil ketawa. Saya dalang dibalik buket makanan yang dia bikin. Saya juga yang nganter beli kertas dan plastik kadonya. Pun makanannya, saya yang pilih, huehehe. Dia bilang dia cukup kerepotan saat membuatnya. Disaat saya berjuang untuk tidak mati suri di depan dosen penguji, dia malah struggling ngerangkai itu buket. Kamsahamnida Onni ❤

photo_2016-08-17_04-24-59

Risqah. Ini temen yang badannya kecil, yang sering muncul di beberapa postingan saya. Dia sahabat yang memiliki nama yang sama, hobi sama, seringkali berkegiatan bersama, berada dalam organisasi yang sama, hadir di majelis ilmu yang sama, dan kesamaan lainnya. Dia buatkan saya gambar kawai yang dia bingkai sendiri. Arigatou <3. Insyaalah minggu depan ni anak sidang, bakal nyusul jadi sarjana juga.

photo_2016-08-17_04-39-10

 

Beberapa Akhwat tangguh Basmala yang entah bagaimana selalu Allah hadirkan di saat yang tepat. Jazakumullah Ukhti. ❤

photo_2016-08-17_04-25-14

Mbakwati, partner selama penelitian yang memiliki kesamaan dalam beberapa sifat dan selera makanan, sampe’ pernah curiga apakah ada kemungkinan bahwa kami berdua adalah sodara kandung. Lalu, saat itu juga kami sama-sama menepis hipotesis tersebut dengan pernyataan “Ah gak mungkin!’

 

photo_2016-08-17_04-24-49

ITP-ers. Mereka inilah yang jadi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan suplemen selama 4 tahun kuliah.

13926017_663761347104649_6383289688163076233_o

Bapak dan Ibu Dosen yang tentu saja telah banyak berjasa dalam mengubah para mahasiswa/i nya dari sebuah gelas kosong menjadi gelas yang (insyaallah) telah berisi. Terimakasih banyak, Suhu.

photo_2016-08-17_04-41-37

 

Temen satu kampus, beda prodi, dulunya gak pernah saling sapa, lalu kenal karena dia ‘tukang nulis’ juga. Kenapa bisa foto sama dia? Kemarin dia ke kampus buat ngehadirin sidang beberapa temannya yang lain, ya jadi sekalian aja (ini pernyataan resmi untuk menghindari dugaan-dugaan negatif yang kemungkinan muncul :D).

 

 

Dengan pakaian hitam-putih-hitam (berasa tiang listrik), sehari kemarin saya berkeliaran di kampus dengan senyum tak berhenti terkembang. Jazakumullah untuk semua yang sudah mendoakan, langsung maupun lewat dunia jempol. Meskipun sangat ingin membalas doa dan ucapan selamat satu persatu, tetap saja jempol saya kewalahan. Maaf ya kalo’ ada yang tak terbalas.

16lulus-17merdeka-18revisian

Random, Refleksi

Sebuah Dongeng

Saya punya dongeng deh, begini…

Suatu hari, muncul postingan foto sepasang muda-mudi yang baru saja jadian. Sebut saja Aa dan Eneng. Si Eneng seneeeeng banget soalnya si Aa sangat romantis dan perhatian padanya. Padahal, si Eneng gak tau aja, sehari sebelumnya si Aa abis ditolak sama Euis, pujaan hatinya sejak di sekolah dulu. Entahlah alasan si Aa jadian dengan si Eneng, hanya dia yang tahu.

The end

Sebagai sesama wanita, saya merasa kasihan sih sama si Eneng, dan merasa sangat kesal pada si Aa. Kalo’ dicemplungin ke empang dan suruh berenang sama ikan mujaer kayaknya seru. Ih atuh ya apa banget dah itu si Aa, tebar-tebar jala, bilang sayang pada semua wanita (eaak).

Sok lah buat semua eneng-eneng yang pacaran, difikir ulang, beneran rela cuma dipacarin? Rela gitu cuma jadi jodoh boongan? Punya pacar itu gak otomatis menaikkan harkat dan martabat perempuan menjadi yang paling cantik, yang paling, pinter, yang paling apalah-apalah. Laki-laki itu (punten, ini gak semua ko’) kalaupun nembak dan kamu tolak, gajadi pacaran sama kamu, dia bakalan dengan mudah move on sama mangsa lain. Ya kecuali kalo’ ditolaknya berupa lamaran, itu beda perkara.

Udah atuh lah, berhenti gangguin jodoh orang, guys. Kasian.

ps: Jangan kesel sama saya, saya mah cuma sebagai penonton. Asli, beneran.

#deg-degan #mausidang #menghitungjam

 

 

Fiksi

Menunggu yang Pernah Menanti (Part 3)

kata2bkata2bmenunggu2bcinta1Sebelumnya…

Setelah bertahun tak bersapa kabar, Kia dan Azka akhirnya saling meruntuhkan dinding ego yang telah lama membatu. Azka masih seperti yang dulu meski dia menyadari ada yang berubah dari Kia-nya kini.

***

Subuh sekali pesannya baru muncul. Dengan mata separuh terbuka dan nyawa setengah terkumpul aku membacanya. Kusempatkan membalas sebelum beranjak ke kemar mandi, berwudhu untuk subuhku yang tak pernah tepat waktu.

Lagi dia menghilang. Kukirimkan beberapa pesan susulan, juga tak terjawab. Ya sudahlah, aku biarkan. Kia bukan tipe orang yang luluh dengan rayuan saat marah. Mendiamkannya adalah pilihan tepat untuk mengembalikan dia menjadi Kia yang normal.

Am I mad? Kia gatau kak. Kia hanya ngerasa gak nyaman saat kakak bilang semua itu. Dari detik pertama kakak menelepon, Kia berharap kakak sudah punya seseorang, jadinya engga ada perasaan aneh diantara kita. Kia Cuma ingin bersihin hati, bukan Kia sok suci. Kia harap kakak juga begitu. Kalaupun ada rasa suka, rindu, dan entah apapun itu, biar aja itu ditelen sendiri.

Akhirnya yang kutunggu muncul. Aku merasa Kia berubah. Dulu, dia tak masalah bahkan saat aku berulangkali mengungkapkan perasaanku. Kia tak pernah marah. Kemungkinan paling buruk adalah aku dijitak atau dicubitnya sebelum ditinggal pergi dengan tawa khasnya yang mengejek. Dari beberapa foto terbarunya, sekarang dia sudah mengenakan jilbab panjang dan gamis, bukan lagi celana jeans seperti dulu. Itu membuatku semakin yakin bahwa Kia sudah berubah.

Maaf Kia. Nyatanya aku masih Azka yang dulu, ceroboh, kekanak-kanakkan, dan tetap menyukaimu. Biarkan aku Kia, biarkan Azka mu memiliki rasa ini. Kamu tak perlu membalas atau melakukan apapun. Aku hanya akan mengagumimu, tidak lebih.

Aku mencoba bernegosiasi dengannya.

Tidak lebih? Mungkin kakak tidak lebih. Bagaimana jika sebaliknya? Bagaimana andai aku yang berharap pada laki-laki yang mengagumiku namun tak pernah berani mengambil langkah? Itu akan menyakitkan kan? Haha. Hati-hati sama hati wanita kak.

Itu balasan darinya. Aku berfikir sebentar.

Bukannya aku tak berani mengambil langkah Kia, aku hanya tak ingin ada yang berubah. Aku sangat bersyukur kini kamu sudah tak lagi marah padaku. Aku berharap kamu tak lagi memutuskan tali silaturahim. Aku sungguh takut saat tiga tahun ini kamu sama sekali tak mau menghubungiku.

***

Student longue sedang tidak terlalu ramai. Kududuk di spot yang paling kusuka, membuka laptopku.

Pernah ku ingin berlari, meninggalkan semua jejak yang pernah kubuat. Tapi nyatanya waktu mengembalikanku kepadamu. Nyatanya kamu masih punya ruang khusus di hatiku. Kamu masih memiliki kuncinya. Dan aku berpasrah. Biarlah aku menggigit rasaku sendiri, kamu tak perlu melakukan apa2. Aku takkan menuntutmu melakukan apa-apa. Izinkan aku untuk bahagia dengan caraku sendiri, bahagia karena mencintaimu.

Tak sengaja aku menemukan tulisan itu di tumblr miliknya. Aku merasa, tentu saja, tulisan itu diperuntukkan bagiku. Awalnya kulewati saja. Namun seberkas ide muncul berkelebat dalam bayanganku. Kubuka akun wordpress milikku, mulai mengetikkan sesuatu.

Maaf Tuan…

Jika kelebat bayanganku menggangu ruang fikirmu

Jika sesungging senyumku berdiam di langit khayalmu

Jika ada tawaku yang tersisa di ruang dengarmu

Aku tak sengaja

Jangan lupa, Tuan…

Jangan berlebih mengumbar rasa denganku

Akan ada masa kau harus menjemput

Menjemput puteri yang sesungguhnya

Apa itu aku? Belum tentu

Jika bukan, tentu dia tak ingin  pangerannya pernah tertambat di lain tempat

Maka jagalah,

Jaga rasamu agar tak aku tahu

Jaga aku agar tak jatuh padamu

Posted. Aku yakin dia akan membaca tulisanku.

Bersambung…

Temukan episode lainnya di:

Part 1

Part 2

Part 4