Fiksi

Bukan Dia Tapi Dia (end)

hold my handSebelumnya…

Pertemuan Ayi dengan Farhan bukanlah hal yang baik. Keputusan Farhan untuk jujur membuatnya terusir dari dua sisi. Sedangkan Ayi, kesedihan tidak menghentikannya menjalani kehidupan.

***

Ayi keluar dari ruang sidang dengan wajah sumringah, menghambur memeluk Vera, sahabatnya. Heru juga ada di situ, tersenyum menghampiri.

“Alhamdulillah, akhirnya gue lulus.” Bibirnya tak berhenti merekah.

“Selamat ya, honey. Sisa gue sama si tukang eror ini nih. Doain kita ya .” Vera memasangkan selempang dan memberikan sebuket bunga.

“Selamat selamat. Wihiii, temen gue udah sarjana euy.” Heru heboh. Tangannya memegang buket besar penuh cemilan. “Nih, gue tahu Lo sukanya makanan.” Katanya tertawa. Ayi merenggut.

“Bunga udah, makanan udah, tinggal yang ngasih cincin nih.” Gurau Ayi sekenanya.

“Ada kok adaaa…” Balas Heru tertawa.

Ketiganya berfoto, tertawa, bercakap bahagia. Vera sedikit gelisah. Matanya berkali melayangkan tanya pada Heru. Sayangnya Heru hanya mengangkat bahu.

“Oiya, lo belum ngasih tahu ortu bukannya Ay?” Vera mengingatkan. Ayi kaget, baru sadar. Dia melipir menelepon umminya. Vera menarik lengan baju Heru.

“Mana?” Bisik Vera. Heru menggelengkan kepala, sama-sama bingung.

“Telepon cepet, mumpung Ayi gak ngeh.”

“Hape gue mati cuy. Kalo ada mah gue udah telepon dari tadi.” Heru ngedumel.

“Nomornya lo inget?” Kejar Vera. Wajahnya meredup seiring dengan gelengan kepala makhluk di depannya. Jempolnya segera beraksi di layar pencarian. Ketemu. Ditekannya tombol call.

“Assalamualaikum, Ka.” Vera menjauh saat dilihatnya Ayi selesai menelepon.

“Siapa?” tanya Ayi pada Heru.

“Entah, temennya mungkin.” Heru berbohong. Ayi mengangguk.

“Assalamualaikum…” Sebuah suara muncul di belakang Ayi.

“Waalaikumussalam.” Ayi menoleh kaget. Heru pura-pura bengong. Vera pasang tampang polos.

“Selamat ya Rayihana S.TP. Ini cincinnya.” Dia mengangsurkan sebuah kotak merah kecil. Ayi menerimanya, bengong.

“Kalo saya ngajak kamu buat bareng-bareng gapai ridho Allah, buat dapetin surga-Nya, kamu gak akan nolak kan?” Tanyanya dengan senyuman. Ayi merasa dirinya sudah lebih dulu melayang-layang menuju surga.

“Yaudah, jawabnya nanti aja. Nomor saya ada di Heru kok. Vera juga punya. Itu kotaknya dibuka aja. Isinya asli kok. Saya pergi dulu ya. Wassalamualaikum.” Pamitnya lalu melangkah menjauh, santai.

“Guys, apakah gue baru saja dilamar?” Ayi berbalik pada teman-temannya.

“Tidak. Lo baru saja dikasih cincin sama pujaan Lo, dan Lo cuma cengo.” Heru gemas.

“Hihi, iya Beb. Selamat ya. Akhirnya mimpi lo terwujud juga. Bunga, makanan, dan ini cincinnya. Dari Kak Ikmal pula. Wah, nikmat Tuhan mana lagi yang Lo dustakan Ay.” Ujar Vera ceriwis.

“Tapi kok dia bisa ta..?” Kalimatnya tak selesai. “Aish, ini kerjaan kalian?” Ayi tersadar. Heru Vera membusungkan dada bangga. Ayi menjitak kepala keduanya.

-Tamat-